Netflix pada tahun 2018 didaulat sebagai perusahaan sebagai tempat kerja yang paling disukai nomer 1 melalui survey yang diadakan oleh Hired.com. Posisinya ini lebih tinggi dibanding perusahaan raksasa lainnya seperti Google, Tesla, dan Apple. Di tahun yang sama Netflix juga menempati peringkat ke-2 berdasarkan tingkat kebahagiaan karyawannya.
Selain dari aspek kenyamanan karyawan, Netflix juga menjadi sedikit perusahaan yang mampu terus beradaptasi dalam gelombang perubahan industrinya yang cukup revolusioner. Netflix mampu tetap relevan sejak industri hiburan masih berbentuk DVD, lalu ke streaming video, hingga saat ini punya studio produksi in-house.
Kedua aspek ini adalah salah satu indikasi Netflix punya culture yang efektif untuk menciptakan keseimbangan antara kinerja bisnis hingga kebutuhan karyawannya. Berdasarkan buku berjudul No Rules Rules yang ditulis sendiri oleh foundernya, Reed Hastings, dijabarkan culture netflix didasarkan dari 3 fondasi :
- Membentuk kepadatan talenta terbaik, Netflix hanya merekrut dan mempertahankan talenta terbaik di market. Mereka juga memberikan paket benefit terbaik untuk timnya.
- Meningkatkan iklim keterbukaan, semua orang didorong untuk terbuka menerima dan memberikan feedback yang pada akhirnya meningkatkan akuntabilitas satu sama lain.
- Mengurangi kontrol, talenta terbaik dengan akuntabilitas tinggi tidak perlu diatur dengan kontrol, tapi cukup dengan konteks yang utuh dan biarkan mereka berinovasi.
Membentuk Kepadatan Talenta Terbaik
Tempat kerja dengan performa terbaik bukan dibentuk oleh kantor mewah, gym besar, atau tak terbatasnya snack gratis. Ia dibentuk dengan mengelilingi setiap orang dengan talenta terbaik yang dapat saling berkolaborasi satu sama lain.
Performa yang baik itu menular. Orang-orang dengan performa tinggi juga senang bekerja dengan tim lainnya dengan kualitas yang sama. Begitu juga sebaliknya, yang paling membuat mereka frustasi adalah bekerja dengan mereka yang puas hanya dengan performa seadanya.
Netflix hanya merekrut talenta terbaik di market dan memberikan mereka benefit terbaik. Mereka juga membuat skema yang tegas untuk memfilter tim yang tidak perform atau memiliki behavior yang tidak baik.
Meningkatkan Iklim Keterbukaan
“Say what you really think with positive intent.” Itulah mantra mereka. Melatih para tim Netflix untuk menyampaikan apa yang mereka pikirkan tapi disertai dengan intensi positif, bukan untuk menyerang seseorang. Salah satu budaya mereka adalah menyampaikan opini dan feedback secara terbuka alih-alih berbisik bisik atau bergosip dibelakang. Mereka menulis kalimat ini dalam culture decknya : “Only say about someone what you will say to their face”.
Di beberapa unit, ritual memberikan feedback secara terbuka bahkan menjadi agenda pertama rapat rutinnya. Saking pentingnya untuk terbuka menyampaikan pendapat mereka mendefinisikan tindakan tidak menyuarakan ketidaksetujuan atau tidak memberikan feedback pada rekan kerja adalah bentuk ketidaksetiaan pada perusahaan.
Sebuah riset yang dilakukan oleh perusahaan konsultan bernama Zenger Folkman tahun 2014 menemukan bahwa 72% orang merasa performa mereka dapat lebih baik dengan menerima feedback. Bahkan jika feedback yang disampaikan adalah negative feedback, 92% responden mengatakan dapat setuju dengannya ketika disampaikan secara santun.
Dampak dari keterbukaan ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang efektif. Tim yang terbuka terhadap memberi dan menerima feedback tanpa menyakiti hati akan dapat membentuk siklus pembelajaran yang baik dan berkelanjutan.
Mengurangi Kontrol
Netflix memandang bahwa pekerja yang mengandalkan ide dan kreativitasnya tidak bisa diukur dari waktu kerja. Itulah mengapa mereka menciptakan suasana kerja yang fleksibel. Bahkan mereka tidak punya aturan batasan cuti. Setiap karyawan dapat menentukan sendiri seberapa lama mereka ingin cuti.
Ruang fleksibilitas yang luas ini bukan berarti tanpa konteks dan pagar. Penjaganya adalah asalkan ketika kita sedang cuti atau tidak bekerja tidak membuat anggota tim yang lain mendapatkan banyak masalah. Strateginya adalah menginfokan dari jauh-jauh hari sebelum ingin cuti dalam durasi lama.
Pengurangan kontrol ini baru akan bekerja ketika anggota tim sudah punya pemahaman konteks yang baik terhadap kondisi dan arah perusahaan. Kebebasan dalam pengambilan keputusan yang memerlukan budget lebih misalnya misalnya. Ketika tiap orang tahu konteks kondisi perusahaan dan strategi utama yang sedang dilakukan saat ini, maka mereka akan dapat mengarahkan pilihan mereka sesuai dengan konteks perusahaan dengan lebih mudah.
Memang memimpin menggunakan konteks dan menggunakan kontrol adalah pilihan. Jika fokus kita adalah untuk menghilangkan kesalahan maka memimpin dengan kontrol adalah plihan terbaik. Tapi jika target kita adalah inovasi, maka melakukan kesalahan bukanlah risiko utama karena inovasi pasti didahului oleh banyak kesalahan dan pembelajaran. Maka memimpin dengan konteks adalah pilihan terbaik untuk menstimulus anggota tim berani datang dengan ide baru.
Ketiga pondasi di atas adalah kunci dari culture kerja Netflix yang efektif, produktif, dan menyenangkan bagi anggota timnya. Mungkin tidak semua hal cocok untuk diadaptasi secara total, tapi tentunya ada sebagian yang relevan dan dapat memberikan dampak positif jika diterapkan untuk bisnis kita.