Banyak bisnis menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakan produk mereka, menambahkan fitur baru, dan memastikan kualitas terbaik. Tapi, anehnya, ketika produk tersebut diluncurkan, respons pasar tidak sesuai harapan. Kenapa? Karena mereka sibuk menjual produk, bukan menyelesaikan masalah pelanggan.
Jika Anda seorang entrepreneur, terutama di tahap awal, memahami apa yang sebenarnya membuat pelanggan membeli akan membantu kita mendapatkan penjualan lebih efektif. Mari kita bahas bagaimana pola pikir pelanggan bekerja, dan bagaimana Anda bisa menggunakan hal ini untuk menciptakan strategi penjualan yang lebih kuat.
1. Pembeli Tidak Membeli Produk, Mereka Membeli Solusi
Salah satu kesalahan terbesar dalam pemasaran adalah berpikir bahwa pelanggan membeli produk karena fitur-fiturnya. Padahal, orang membeli solusi atas masalah atau kesempatan yang mereka lihat.
Contoh sederhana: Orang tidak membeli bor dinding karena mereka menginginkan bor. Mereka membelinya karena mereka membutuhkan lubang berdiameter 5cm di dinding mereka.
Konsep ini disebut marketing myopia—kondisi di mana bisnis mendefinisikan dirinya berdasarkan produknya, bukan manfaat yang diberikan kepada pelanggan. Inilah mengapa banyak startup gagal. Mereka sibuk mengembangkan fitur, tanpa benar-benar memahami apakah produk mereka menjawab kebutuhan nyata pelanggan.
Evaluasi bisnis Anda: Apakah bisnis Anda hanya fokus menjual alat, atau membantu pelanggan menyelesaikan masalah?
2. Bagaimana Pembeli Menilai Pilihan Mereka?
Daniel Kahneman, pemenang Nobel bidang ekonomi, menemukan bahwa manusia tidak selalu rasional dalam mengambil keputusan pembelian. Ada beberapa pola yang memengaruhi cara pelanggan memilih produk atau layanan:
- Perceived value, bukan objective value. Pelanggan membeli berdasarkan persepsi mereka tentang nilai suatu produk, bukan hanya berdasarkan spesifikasi teknisnya.
- Membandingkan dengan titik referensi. Biasanya, pelanggan akan membandingkan produk baru dengan produk yang sudah mereka gunakan.
- Loss aversion lebih besar dari gain. Pelanggan cenderung lebih takut kehilangan sesuatu daripada mendapatkan sesuatu yang baru.
- Endowment effect. Produk yang sudah dimiliki terasa lebih bernilai dibandingkan alternatif baru yang lebih baik sekalipun.
Contohnya kenapa sebagian orang masih membeli software berbasis lisensi tahunan, padahal ada alternatif berbasis langganan bulanan yang lebih fleksibel? Karena mereka sudah terbiasa dengan sistem lama dan takut kehilangan sesuatu yang sudah mereka miliki.
Evaluasi bisnis Anda: Jika produk Anda memerlukan perubahan kebiasaan pelanggan, Anda harus bisa membuktikan bahwa manfaat dari produk jauh lebih besar dibandingkan rasa takut mereka untuk berubah.
3. Produk Anda Harus Bisa “Dipekerjakan” Oleh Pelanggan
Clayton Christensen menciptakan konsep “Jobs to Be Done”, yang menjelaskan bahwa pelanggan sebenarnya “mempekerjakan” produk untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam hidup mereka. Fokus utama Anda bukanlah fitur produk, tetapi bagaimana produk itu menyelesaikan tugas pelanggan.
Contohnya orang membeli minuman berenergi bukan karena rasa, tetapi karena mereka ingin tetap fokus dan produktif. Fokusnya bukan pada produknya, tetapi pada pekerjaan yang produk tersebut bantu selesaikan.
Evaluasi bisnis Anda: Apa pekerjaan yang akan “dilakukan” oleh produk atau layanan Anda bagi pelanggan? Apakah produk Anda benar-benar menyelesaikan pekerjaan itu lebih baik dari alternatif lain?
4. Menjual Manfaat, Bukan Fitur
Banyak entrepreneur awal terjebak dalam membicarakan fitur produknya. Padahal, pelanggan tidak tertarik dengan fitur—mereka ingin tahu bagaimana produk itu akan memberikan manfaat nyata bagi mereka.
Perbedaan antara fitur dan manfaat:
- Fitur: “Software kami memiliki enkripsi 256-bit.”
- Manfaat: “Data Anda tetap aman, bahkan jika terjadi kebocoran.”
Contohnya Seorang sales mobil yang hanya berbicara tentang mesin turbo mungkin akan kalah dengan sales yang mengatakan: “Dengan mesin ini, Anda bisa menghemat bahan bakar hingga 30% dan perjalanan jauh jadi lebih nyaman.”
Evaluasi bisnis Anda dalam presentasi bisnis atau pemasaran, selalu tanyakan: “So what?” Apa manfaat dari fitur yang Anda tawarkan? Bagaimana itu menyelesaikan masalah pelanggan?
5. Perubahan Perilaku Butuh Dorongan yang Kuat
Salah satu alasan utama produk baru gagal adalah karena pelanggan memiliki kecenderungan mempertahankan status quo. Bahkan jika produk baru menawarkan manfaat yang lebih baik, pelanggan sering kali enggan untuk berubah karena:
- Biaya ekonomi (misalnya, biaya aktivasi layanan baru).
- Biaya pembelajaran (kesulitan menggunakan sistem atau teknologi baru).
- Biaya kehilangan (seperti beralih dari CD ke layanan streaming dan merasa koleksi lamanya jadi tidak berguna).
Contohnya Kenapa butuh waktu lama bagi sebagian orang untuk beralih dari Windows ke macOS? Karena ada biaya pembelajaran yang harus mereka bayar, meskipun Mac menawarkan pengalaman yang lebih mulus bagi sebagian pengguna.
Strategi untuk mengatasi ini:
- Kurangi hambatan perubahan. Misalnya, layanan streaming menawarkan masa uji coba gratis agar pengguna terbiasa.
- Tunjukkan manfaat sebelum pembelian. Misalnya, demo interaktif atau simulasi yang bisa meyakinkan pelanggan.
- Gunakan social proof. Testimoni pelanggan lain dapat meningkatkan kepercayaan dan mengurangi ketakutan untuk berubah.
Cara Menerapkan Ini di Bisnis Anda
- Evaluasi apakah Anda menjual solusi atau hanya menjual alat. Pastikan pesan pemasaran Anda berbicara tentang manfaat, bukan hanya fitur.
- Bantu pelanggan membayangkan hasil yang mereka dapatkan. Gunakan storytelling atau studi kasus yang menunjukkan bagaimana produk Anda telah menyelesaikan masalah pelanggan lain.
- Kurangi risiko bagi pelanggan. Jika produk Anda memerlukan perubahan besar dalam kebiasaan pelanggan, buat proses transisi lebih mudah.
- Tanyakan pertanyaan yang tepat. Dalam proses penjualan, tanyakan:
- Apa masalah utama pelanggan?
- Apakah solusi yang Anda tawarkan cukup signifikan untuk mendorong perubahan?
- Bagaimana cara terbaik mengomunikasikan manfaatnya?
Banyak entrepreneur awal gagal karena mereka terlalu fokus pada produk, bukan pada masalah yang perlu diselesaikan. Pelanggan tidak peduli dengan fitur terbaru jika itu tidak relevan dengan kebutuhan mereka.
Bisnis yang sukses bukanlah bisnis yang memiliki teknologi paling canggih, tetapi bisnis yang benar-benar memahami dan menyelesaikan masalah pelanggan.
Sudahkah Anda melihat bisnis Anda dari perspektif pelanggan?