Banyak orang bermimpi menjadi pengusaha. Bayangan tentang kebebasan finansial, bekerja tanpa bos, dan hidup dengan passion sering kali menjadi daya tarik utama. Namun, di balik impian itu, ada begitu banyak mitos yang berkembang. Mitos-mitos ini sering kali menyesatkan dan membuat orang salah mengambil keputusan—entah menjadi terlalu percaya diri atau justru terlalu takut untuk mulai.
Jika Anda ingin membangun bisnis yang berkelanjutan dan berdampak, penting untuk memahami realitas dunia usaha. Berikut adalah 10 mitos terbesar dalam kewirausahaan yang perlu Anda waspadai.
1. Memulai Bisnis Butuh Banyak Uang
Banyak orang menunda atau bahkan membatalkan rencana bisnis mereka karena merasa tidak memiliki modal yang cukup. Mereka membayangkan bahwa untuk memulai bisnis, dibutuhkan ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah. Padahal, banyak bisnis sukses yang dimulai dengan modal yang sangat kecil.
Contohnya adalah Bob Sadino, pendiri Kemfood dan Kemchick. Ia memulai bisnisnya dengan modal yang sangat minim, hanya dengan menjual telur ayam kampung dari pintu ke pintu. Begitu juga dengan Gojek, yang awalnya hanya memiliki 20 driver sebelum akhirnya berkembang menjadi raksasa transportasi digital.
Kuncinya bukanlah berapa banyak uang yang Anda miliki, tetapi bagaimana Anda mengelola sumber daya yang ada. Banyak pengusaha sukses memanfaatkan bootstrapping—menggunakan pendapatan dari pelanggan pertama mereka untuk membiayai pertumbuhan bisnis.
2. Venture Capital adalah Sumber Dana Terbaik
Banyak calon pengusaha bermimpi mendapatkan suntikan dana dari venture capital (VC), seolah-olah itulah satu-satunya cara agar bisnis mereka bisa berkembang. Kenyataannya, hanya sekitar 0,5-1% bisnis yang benar-benar mendapat pendanaan dari VC, dan sebagian besar startup yang sukses sebenarnya tidak bergantung pada dana VC.
Meskipun pendanaan dari venture capital (VC) dapat memberikan akses ke dana besar dan mempercepat pertumbuhan bisnis, ada banyak konsekuensi yang perlu dipahami oleh seorang pengusaha. Ketika menerima pendanaan VC, pemilik bisnis harus siap menghadapi tekanan untuk mencapai pertumbuhan eksponensial, berbagi kepemilikan dan kendali dengan investor, serta memenuhi ekspektasi tinggi dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mencari pendanaan VC, seorang pengusaha harus mempertimbangkan apakah bisnisnya siap untuk model pertumbuhan yang cepat dan apakah ia bersedia menjalani tantangan yang menyertainya.
Selain melalui VC banyak bisnis sukses dibangun dengan cara alternatif pendanaan lainnnya seperti pinjaman usaha kecil, crowdfunding, atau bahkan modal dari keluarga dan teman. Dengan pendekatan ini, mereka tetap memiliki kendali penuh atas bisnis mereka dan dapat bertumbuh sesuai dengan strategi yang lebih berkelanjutan. Tidak semua bisnis cocok untuk mendapatkan pendaan dari VC, semua bergantung dengan founder dan seperti apa bisnis yang ingin dibangun.
3. Angel Investor Adalah Orang yang Sudah Kaya Raya
Banyak yang mengira bahwa angel investor adalah miliarder yang siap menghamburkan uang untuk startup baru. Faktanya, banyak angel investor berasal dari kalangan kelas menengah yang hanya memiliki kelebihan dana terbatas untuk diinvestasikan.
Di luar negeri, banyak angel investor yang sebenarnya adalah mantan pengusaha atau profesional dengan pengalaman di industri tertentu. Mereka sering kali tertarik untuk mendukung startup yang memiliki visi kuat dan model bisnis yang menjanjikan, bukan sekadar mencari keuntungan besar dalam waktu singkat. Sebagai contoh, awal bisnis Jeff Bezos didanai oleh orang tuanya sebagai angel investor. Dari ini kemudian lahir Amazon yang semakin membesar kemudian.
4. Startup Tidak Bisa Dibiayai dengan Utang
Utang adalah salah satu sumber pendanaan yang umum digunakan dalam bisnis. Banyak perusahaan besar, dari industri manufaktur hingga ritel, memanfaatkan utang untuk mendanai ekspansi, meningkatkan kapasitas produksi, atau menutupi kebutuhan modal kerja. Dengan strategi yang tepat, utang bisa menjadi alat yang efektif untuk mempercepat pertumbuhan bisnis.
Namun, banyak orang takut berutang karena khawatir tidak mampu membayar kembali atau takut terjebak dalam beban finansial yang berat. Rasa takut ini sering kali berasal dari kurangnya pemahaman tentang manajemen utang yang baik. Jika tidak dikelola dengan bijak, utang memang bisa menjadi beban besar dan bahkan menyebabkan kegagalan bisnis. Oleh karena itu, penting bagi pengusaha untuk memahami cara menggunakan utang dengan bijak.
Salah satu keunggulan utang dibandingkan dengan pendanaan ekuitas adalah bahwa pemilik bisnis tetap memiliki kendali penuh atas perusahaannya. Tidak seperti investasi dari venture capital atau angel investor yang biasanya meminta saham dan pengaruh dalam keputusan bisnis, utang hanya mengharuskan pengusaha untuk membayar kembali pinjaman sesuai dengan kesepakatan tanpa kehilangan kepemilikan bisnisnya.
Namun, agar penggunaan utang tetap aman, ada beberapa langkah mitigasi risiko yang harus dilakukan. Pertama, pastikan bahwa pinjaman digunakan untuk keperluan produktif yang dapat menghasilkan pendapatan lebih besar di masa depan. Kedua, pilih jenis utang dengan suku bunga dan jangka waktu yang sesuai dengan arus kas bisnis. Bagi pengusaha Muslim, preferensi terhadap utang berbasis syariah bisa menjadi pilihan yang lebih sesuai dengan nilai dan prinsipnya, seperti menggunakan skema murabahah (jual beli dengan margin tetap) atau mudharabah (bagi hasil) yang tidak mengandung unsur riba.
Ketiga, selalu memiliki strategi pembayaran yang jelas dan disiplin dalam mengelola keuangan agar utang tidak menjadi beban yang berlebihan. Dengan manajemen yang baik, utang dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi pertumbuhan bisnis tanpa membahayakan stabilitas keuangan perusahaan, sekaligus tetap sesuai dengan prinsip syariah bagi yang mengutamakannya.
5. Bank Tidak Akan Meminjamkan Uang ke Startup
Meskipun bank sering kali lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada bisnis baru, bukan berarti tidak mungkin mendapatkan pendanaan dari mereka. Banyak bank memiliki program khusus untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Menurut laporan World Bank, sekitar 40% dari total kredit usaha kecil dan menengah di negara berkembang berasal dari bank, menunjukkan bahwa lembaga keuangan masih menjadi sumber pendanaan utama bagi banyak bisnis rintisan.
Di Indonesia, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah membantu banyak pengusaha mendapatkan pinjaman dengan bunga rendah. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2023, total penyaluran KUR mencapai lebih dari Rp365 triliun kepada lebih dari 7 juta usaha kecil dan menengah. Ini menunjukkan bahwa akses ke pembiayaan melalui bank semakin luas, terutama bagi pengusaha yang memiliki rencana bisnis yang jelas dan rekam jejak keuangan yang baik.
Namun, hingga saat ini, skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbasis syariah masih belum tersedia secara luas seperti KUR konvensional. Hal ini menjadi tantangan bagi pengusaha yang ingin mendapatkan pendanaan sesuai prinsip syariah, terutama bagi mereka yang menghindari skema berbasis bunga. Semoga di masa mendatang, perbankan syariah dan pemerintah dapat mengembangkan skema KUR Syariah yang lebih inklusif agar lebih banyak pengusaha bisa mendapatkan akses pendanaan yang sesuai dengan nilai dan prinsip mereka.
6. Sebagian Besar Pengusaha Memulai di Industri yang Menjanjikan
Banyak orang berpikir bahwa jika mereka ingin sukses, mereka harus masuk ke industri yang sedang booming, seperti teknologi atau kripto. Hal ini didorong oleh narasi bahwa sektor-sektor ini memiliki potensi keuntungan besar dan pertumbuhan eksponensial. Namun, kenyataannya, banyak pengusaha sukses justru memulai di industri yang tampaknya kurang menarik tetapi memiliki kebutuhan pasar yang stabil dan loyalitas pelanggan yang tinggi.
Sebagai contoh, bisnis kuliner seperti Mie Gacoan telah berkembang pesat meskipun industri makanan cepat saji sudah sangat kompetitif. Dengan konsep mie pedas beragam level yang menarik generasi muda, serta strategi harga yang terjangkau, Mie Gacoan berhasil menarik animo pelanggan dalam jumlah besar. Hal yang sama juga terjadi pada Haus! Indonesia, yang mengusung konsep minuman kekinian dengan harga terjangkau dan berhasil membuka ratusan gerai dalam waktu singkat.
Kesuksesan dalam bisnis tidak selalu bergantung pada memilih industri yang sedang naik daun, melainkan pada bagaimana seorang pengusaha mengeksekusi strategi bisnisnya dengan baik, memahami kebutuhan pelanggan, dan membangun keunggulan kompetitif yang sulit ditiru.
7. Keberhasilan Startup Bergantung pada Kecakapan Pengusaha, Bukan Industri
Ada kepercayaan bahwa pengusaha berbakat akan sukses di industri apa pun. Ini tidak sepenuhnya benar. Industri yang dipilih sangat memengaruhi peluang keberhasilan, karena setiap sektor memiliki tantangan, dinamika pasar, dan strategi bisnis yang berbeda.
Sebagai contoh, Elon Musk yang sukses besar dengan Tesla dan SpaceX, tetapi menghadapi tantangan besar dengan proyek Neuralink dan Hyperloop. Neuralink, yang bertujuan untuk mengembangkan antarmuka otak-komputer, masih menghadapi banyak kendala regulasi dan teknis yang memperlambat kemajuannya. Sementara itu, Hyperloop, yang awalnya digadang-gadang sebagai revolusi transportasi, mengalami kesulitan dalam pengembangan komersial dan ditinggalkan oleh beberapa mitra potensial. Ini menunjukkan bahwa meskipun seorang pengusaha sukses di satu industri, tidak ada jaminan kesuksesan ketika mencoba masuk ke industri yang memiliki tantangan yang sangat berbeda.
Hal serupa terjadi di Indonesia, seperti pada kasus MatahariMall, e-commerce yang dikembangkan oleh Lippo Group. Meskipun Lippo sukses di bisnis properti dan ritel, ekspansi mereka ke e-commerce tidak berhasil karena kurangnya pemahaman tentang lanskap digital dan persaingan yang ketat dari pemain seperti Tokopedia dan Shopee. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan di satu industri tidak menjamin kesuksesan di industri lain tanpa strategi dan eksekusi yang tepat.
8. Sebagian Besar Pengusaha Berhasil Secara Finansial
Banyak orang mengira bahwa menjadi pengusaha berarti otomatis menjadi kaya. Padahal, kenyataannya, kebanyakan pengusaha menghadapi perjalanan finansial yang jauh lebih menantang dibandingkan karyawan dengan gaji tetap di perusahaan besar.
Menurut data di AS, hanya sekitar 10% dari pengusaha yang benar-benar menghasilkan lebih banyak uang dibandingkan karyawan mereka. Sisanya harus berjuang dengan ketidakpastian pendapatan, beban operasional bisnis, serta berbagai risiko yang bisa muncul kapan saja. Di Indonesia, banyak pemilik usaha kecil seperti warung makan atau toko kelontong yang bertahan bertahun-tahun tetapi tetap hidup sederhana, karena margin keuntungan mereka kecil dan biaya operasional terus meningkat.
Selain itu, pengusaha juga harus menghadapi tantangan dalam pengelolaan keuangan bisnis. Tidak semua pengusaha memiliki keterampilan manajemen keuangan yang baik, yang sering kali menyebabkan kesulitan dalam mempertahankan arus kas yang stabil. Oleh karena itu, meskipun wirausaha menawarkan potensi keuntungan besar, ia juga memerlukan perencanaan yang matang, kedisiplinan finansial, dan kesiapan mental untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi.
Menjadi pengusaha bukan hanya tentang mencari kekayaan, tetapi juga tentang membangun sesuatu yang berkelanjutan dan berdampak. Sukses finansial dalam bisnis sering kali tidak datang dengan cepat, tetapi merupakan hasil dari kerja keras, inovasi, dan strategi yang tepat dalam jangka panjang.
9. Banyak Startup Mencapai Target Pertumbuhan Penjualan yang Dicari Investor
Banyak pengusaha bermimpi bahwa bisnis mereka akan berkembang dengan cepat dan mencapai angka penjualan yang diharapkan investor. Namun, kenyataannya, hanya segelintir startup yang benar-benar mencapai pertumbuhan eksponensial dalam waktu singkat. Bahkan startup yang tampaknya “meledak” dalam semalam sering kali telah melalui bertahun-tahun persiapan, pivot, dan pengembangan produk sebelum mencapai kesuksesan.
Menurut data dari Startup Genome, sekitar 90% startup mengalami kegagalan dalam lima tahun pertama, dan hanya sebagian kecil yang mampu mencapai skala bisnis yang menarik bagi investor besar. Di Indonesia, banyak startup yang awalnya terlihat menjanjikan namun akhirnya sulit bertahan karena tidak dapat mencapai pertumbuhan yang diharapkan.
Sebagian besar bisnis tumbuh perlahan dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai skala besar. Mereka harus melalui berbagai tahapan seperti validasi pasar, pengembangan produk, dan akuisisi pelanggan sebelum akhirnya bisa masuk ke tahap ekspansi besar-besaran. Oleh karena itu, penting bagi pengusaha untuk memiliki ekspektasi yang realistis dan membangun strategi jangka panjang agar bisnis dapat berkembang secara berkelanjutan.
10. Memulai Bisnis Itu Mudah
Ini mungkin mitos paling berbahaya. Banyak orang mengira bahwa memulai bisnis itu semudah membuat akun media sosial atau mendaftarkan merek dagang. Padahal, memulai bisnis adalah proses panjang yang penuh dengan tantangan, ketidakpastian, dan pengorbanan.
Banyak pengusaha yang harus melewati bertahun-tahun kerja keras sebelum akhirnya bisnis mereka berkembang. Selain itu, bisnis yang sukses sering kali harus melalui serangkaian uji coba pasar, menyesuaikan model bisnis mereka, dan terus mengembangkan produk atau layanan agar sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Proses ini tidak hanya memakan waktu tetapi juga membutuhkan fleksibilitas serta ketahanan dalam menghadapi perubahan kondisi pasar dan persaingan.
Oleh karena itu, memahami bahwa bisnis bukanlah jalan pintas menuju kekayaan, tetapi perjalanan panjang dengan tantangan yang harus dihadapi dengan kesiapan dan strategi yang matang, adalah kunci untuk membangun usaha yang berkelanjutan.
Banyak mitos yang berkembang dalam dunia entrepreneurship. Beberapa membuat orang terlalu optimis, sementara yang lain justru membuat orang takut memulai. Jika Anda ingin membangun bisnis yang sukses, mulailah dengan memahami realitas bisnis dan menghadapi tantangan dengan strategi yang tepat.
Tidak ada jalan pintas dalam bisnis, tetapi dengan perencanaan yang matang dan eksekusi yang baik, Anda bisa membangun usaha yang berkelanjutan dan berdampak.